Rabu, 31 Oktober 2007

TRADISI SENI SILAT TERUMBU (Studi Fungsi dan Peran di Desa Terumbu Serang)

Sholahuddin Al Ayubi
(Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN ”SMH” Banten)

Abstrak :
Seni merupakan ungkapan budaya yang mampu menampung dan menumbuhkan daya cipta para seniman, meningkatkan apresiasi seni masyarakat, memperluas kesempatan masyarakat untuk menikmati seni budaya. Tradisi dan seni adalah peningalan sejarah yang memberi corak khas kepada kesenian dataupun kebudayaan.Pencak silat ialah sisitim yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerak. Ketika pesilat (pelaku silat) bergerak (ketika bertarung) sikap dan gerak berubah berkelanjutan. Segera setelah seseorang menemukan kelemahan pertaahanan lawan, mereka akan mencoba mengalahkan lawan dengan serangan cepat.
Seni Silat Terumbu merupakan seni silat yang tertua di Banten, seni silat ini merupakan seni beladiri asli Banten, yang awal beridirnya dikembangkannya di daerah pesisir pantai utara laut jawa. Seni beladiri ini memiliki beberapa jurus yang khas dengan sebutan diambil dari beberapa huruf ayat al-quran. Fungsi dan peran seni silat ini tidak hanya untuk beladiri saja, melainkan juga untuk dakwah, dan membantu orang atau sekolompok masyarakat yang teraniaya.

Key Word : Seni silat, silat Terumbu, bela diri.

A. PENDAHULUAN
Pada abad ke-16 Masehi agama Islam menyebar di Banten, hingga puncak kejayaannya berdiri kearajaan Islam di Banten, dengan sultan yang pertama yaitu Sultan Maulana Hasanuddin (1526-1570 M). Islam pada masa ini cenderung bersifat introduction (perkenalan) saja, hanya sebatas pada tatanan aqidah (kepercayaan). Masa selanjutnya perkembangan Islam begitu cepat menyebar dengan berdirinya berbagai lembaga-lembaga pendidikan (Pesantren), yaitu pada abad ke-18 M. Pesantren-pesantren di sini pimpin oleh kiyai dan santrinya sebagai muridnya.
Ikatan antara murid dan, siyasi dan guru, murid dan kiyai, santri dan kiyai; ikatan yang “kebapakan”, dari orang ke orang, yang sudah tampil sebagai ikatan pokok pada zaman kerajaan Hindu-Jawa, dan barangkali bahkan sudah sebelumnya, dan yang oleh perkembangan tarekat-tarekat justru diperkuat tingkat pesantren. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa ikatan itu itu mengaitkan dengan erat pengetahuan dengan wahananya dan, oleh karena itu mengahalangi munculnya suatu pandangan yang lebih universal mengenal ilmu pengetahuan sendiri. Kiyai itu sering merangkap sebagai syeikh sebuah tarekat. Dengan mengajarkan mantera-mantera tertentu dan menerapkan latihan-latihan tertetu, seperti latihan kanuragan dan pertahanan diri dari musuh.
Pengajaran yang diberikan oleh kiyai bukan saja secara akademis, di pesantren tetapi juga secara mistis dan magis. Dan kiyai dapat membuat jimat yang diyakini mempunyai kekuatan “dalam” (supranatural) dan bahkan kiyai dapat mampu menyembuhkan atau mengobati suatu penyakit, dan kiyai juga mampu menciptakan jurus-jurus (teknik-teknik) pertahanan diri, yaitu yang disebut : pencak silat. Seni bela diri Asia ini yang berakar dari budaya Indonesia (Melayu), seni tardisi ini berkembang beberapa ratus tahun yang lalu sebulum Islam datang ke Indonesia, ketika kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, seperti Kerajaan Mojopahit (1293-1470), bala tentaranya dibekali dengan pencak silat, dari latar belakang ini beberapa aliran silat di Indonesia bermunculan, salah satunya adalah Silat Terumbu, yang sepak terjangnya di wilayah Banten adalah paling tua dari beberapa aliran yang ada.
Berdasarkan paparan di atas, penulis menetapkan beberapa masalah yang mengaitkan dengan seni pencak silat Terumbu, adapun permasalahan yang diteliti adalah :Bagaimana Tradisi Seni Silat Terumbu berkembang di Banten?, Bagaimana Peran dan fungsi Tradisi Seni Silat Terumbu.

B. METODOLOGI PENELITIAN
Sesuai dengan tujuannya, dasar penelitian secara metodologis adalah studi kasus (case study). Adapun dasar penelitian adalah peneliti budaya yang mengkaji tentang nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol, dan teknik-teknik jurus, dan juga sistim kepercayaan yang terdapat pada masyarakt setempat, khususnya seni silat Terumbu. Dan pendekatan penelitiannya adalah kualitatif yang bersifat deskriftif , yaitu menggambarkan seni budaya pencak Silta Terumbu Banten.
1. Pengumpulan Data
Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan, pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik-teknik:
a. Observasi
Observasi digunakan untuk menggantikan gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat yang diteliti. Untuk menghindari kekaburan gejala-gejala mana yang harus diamati dan yang tidak harus diamati, maka sasaran pengamatan dibatasi dengan teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini, sebab pengetahuan teori itu dapat memberikan gambaran mengenai kenyataan-kenyataan yang perlu diperhatikan bila mana hendak mempelajari suatu masalah sosial tertentu.
Adapaun observasi ini yaitu dengan cara yang dilakukan ialah dengan berada langsung dalam kehidupan masyarakat untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh warga masyarakat.
b. Wawancara (Interview)
Penggunaan wawancara bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendiri-pendiri mereka itu. Di samping fungsinya sendiri untuk memperoleh imformasi-imformasi tertentu, wawancara juga dilakukan untuk kesempurnaan teknik observasi. Dengan wawancara itu diketahui maknanya sesuai dengan keterangan pelaku-pelakunya.
Pada pelaksanaannya, wawancara dilakukan dengan tidak terencana (unstandardized interview), artinya dengan hanya memaikai pedoman umum sehingga pernyataan tidak terikat pada suatu daftar tertentu. Ini dimaksudkan agar informasi/keterangan yang diperoleh itu mencapai keluasan dan sekaligus diketahui konteks keterangan-keterangan yang diperoleh. Dalam pelaksanaannya wawancara dalam memilih informan kunci.
2. Lokasi Penelitian
Adapun sasaran penelitian, dipusatkan pada masyarakat Desa Terumbu dan basis-basis padempokan Pencak Silat Terumbu yang tersebar di beberapa wilayah Kab. Serang, dengan pertimbangan, sebagai berikut : di desa ini merupakan akar sejarah di mana para pelaku sudah lama berdomilisi dan merupakan pusat seni budaya Silat Terumbu, di desa ini terdapat sebuah wadah organisasi persilatan Ki Terumbu, dan daerah-daerah yang basis persilatan Terumbu yang tersebar di daerah Kab. Serang.
C. KERANGKA TEORI
Agama dan estetika cara pemahaman yang berbeda yang relevansi satu dengan lainnya tidak merupakan keharusan. Agama merupakan bukan hal yang esensial bagi seni, demikian juga sebailknya seni terhadap agama, menurut Kuntowijoyo, bahwa dorongan seni itu inhern pada manusia, dan masalah hubungan seni dengan agama secara empiris mempunyai hubungan yang erat. Seni mempunyai unsur ritual emosional, kepercayaan, dan rasionalisasi. Jadi seni dan agama saling berkaitan.
Seni merupakan ungkapan budaya yang mampu menampung dan menumbuhkan daya cipta para seniman, meningkatkan apresiasi seni masyarakat, memperluas kesempatan masyarakat untuk menikmati seni budaya. Tradisi dan seni adalah peningalan sejarah yang memberi corak khas kepada kesenian dataupun kebudayaan.
Istilah silat atau pencak silat, adalah berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri, budaya ini merupakan budaya Melayu yang berada di Asia, khususnya Indonesia, umumnya negara-negara Asia Tenggara namun dengan perkembangan lanjut seni silat ini muncul di beberapa manca negara.
Pencak silat ialah sisitim yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerak. Ketika pesilat (pelaku silat) bergerak (ketika bertarung) sikap dan gerak berubah berkelanjutan. Segera setelah seseorang menemukan kelemahan pertaahanan lawan, mereka akan mencoba mengalahkan lawan dengan serangan cepat.
Pencak silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Pelaku bisa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi dan lain-lain.
Pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkain gerakan buat bagian tubuh atas digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan, atau buah saat dilakukan dengan pasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh mengajarkan penggunaan pangaturan kaki. Saat digabungkan, istilah dasar pasan, atau aliran seluruh tubuh. Dan diperkirakan ada beberapa ratusan aliran (style, gaya) dan ribuan perguruan, dan banyak aliran-aliran yang menemukan salnya dari pengamatan perkalihan binatang liar, seperti harimau, dan monyet. Dan ada juga aliran yang menggunakan tongkat, hal ini yang disebut Terumbu, silat Terumbu ada juga yang menemukannya adalah Ki Terumbu. Terumbu adalah tongkat yang berukuran 39 cm, dan digunakan untuk menyerang tubuh, seperti mata kaki, lutut, tulang, leher dan kepala.

D. PEMBAHASAN DAN TEMUAN PENELITIAN
1. Sekilas tentang Seni Silat di Indonesia
Silat atau Pencak silat, yaitu berkelahi dengan menggunkana teknik pertahanan diri. “Pencak” merupakan sebutan bagi orang-orang Jawa (Indonesia), yang artinya sekejap, “silat” artinya mata, jadi pencak silat artinya dengan sekejap mata. Sekejap mata maksudnya adalah hidup itu sendiri jadi pencak silat adalah suatu kehidupan yang penting untuk dipahaminya. Sementara menurut budaya Malaysia, disebut “kilat” atau “silat” yang artinya mengandung cahaya, bersinar. Dan berimplikasi cahaya dan kecepatan penyerangan. Sementara silat menurut Heri Ruslan adalah bergerak cepat untuk melumpuhkan lawan. Dan silat pada umumnya mengandal kecepatan gerak dalam melawan musuh.
Menurut para penulis Barat menyebutkan bahwa silat distilahkan dengan marital art atau fighting system yang artinya ilmu atau seni bertempur dan sistem perkelahian. Maka dengan jelas pengembangan ini tidak sesuai dengan pembentukan watak atau watak kstria, mental dan spiritual, apalagi unsur mistik dalam pencak silat yang dikembang barat tidak diketemukan.
Perkataan silat merupakan pengungkapan secara terminologis akan apa yang secara tradisi kanuragan yang disebut kaprawiran, yaitu suatu ilmu untuk sarana mendidik bukan saja oleh fisik melainkan juga mental spritual (moral), yang menanamkan karakter luhur budi dan teguh di atas kebenaran. Sementara Kaprawiran tentunya diambil dari kata prawira-tama, selaras dengan watak yang gagah-perwira selaku ksatria. Jadi ilmu silat merupakan produk kemampuan terpadu antara pikiran (brain), hati (heart) dan ketreampilan (skill) seseorang.
Dari ketiga aspek di atas menimbulkan kekuatan pada manusia, hingga manusia mampu menguasai makhluk Tuhan lain-Nya, seperti hewan-hewan, dan nama pohon-pohonan serta nama-nama bunga. Dengan kekuatan yang dimiliki manusia untuk menguasai makhluk Tuhan lainnya, maka manusia mempelajari tingkah laku, dan seluk beluk dari makhluk Tuhan. Adapun makhluk hewan yang disebutkan disini adalah, seperti bintang kera, macan, bunga melati, maka dijadikanlah nama dan sebuah aliran dalam pencak silat, seperti aliran pemacan, dan bunga melati, dan bahkan ada pula diambil dari nama tempat, seperti Cimande di Bogor, Gayung Malaysia aliran silat di Malaysia, Seni Gayung Fatani di Thailand, dan ada juga dimbil dari nama tokoh seperti Silat Zulfikar ajaran bela diri dari Qadari Rifai Tariqa, Ki Terumbu di Serang Banten, dan lain-lain.
Secara antropologis tumbuhnya seni budaya silat, berada pada kawasan Asia, yang berakar pada budaya Melayu, seni budaya ini secara luas dikenal dan populer di Indonesia dan Malaysia serta di lingkungan budaya Asia Tenggara. Dan di Indonesia wadah untuk teroganisirnya persilatan, yaitu IPSI (ikatan Silat Seluruh Indonesia).
Silat berkembang atau mulai dikembangkan diperkirakan pada abad ke-empat Masehi, namun pendapat ini kurang diterima bagi kalangan pesilat sendiri. Bahkan beberapa kerajaan di Indonesia ketika menaklukan dan menyerbu suatu kerajaan lain khususnya di pulai Jawa, seperti kerajaan yang dipimpin Ratu Darmawangsa di Jawa Timur, selama melakukan peperangan dan memukul mundur lawan melakukan teknik dan peperangan dengan jurus berklehai, dan teknik pertahanan diri (980-1017). Ketika persekutuan tercipta anatara Darmawangsa dan Pangeran Airlangga anak dari Udaya Bali, dan Airlangga menikahi adiknya Darmawangsa, dan menjadi Raja (1019-1042), tekhnik pencak silat dikembangkan, perbaharui dan terorganisir, dan selanjutnya teknik-teknik pencak silat dilanjutkan oleh kerajaan-kerajaan, seperti Raja Dhoho di Kediri, Raja Joyoboyo (1135-1157), Raja Tunggul Ametung (1222-1292). Mojopahit (1293-1470), pada masa ini Pencak Silat sudah terlihat ada sebuah tes yang dilakukan pada kepemimpinan Ratu R Wijaya dan Adipati Arya Wiraraja. Bagaimanapun pencak silat telah mempengaruhi dalam seni pertarungan dalam mempertahankan suatu bangsa.

2. Sejarah Seni Silat Terumbu
Silat atau Pencak silat, yang dipahami oleh masyarakat Terumbu yaitu berkelahi dengan menggunkana teknik pertahanan diri. Dan bahkan menurut para pelakunya, silat diartikan sebagai untuk mempertahankan diri dari serangan-serangan yang serba cepat secepat kilat, dengan mempergunakan unsur-unsur mistikal tertentu, serta untuk melatih mental spiritual (akhlak).
Seni silat Terumbu, menurut para pelaku di desa ini, adalah silat yang dikembangkan oleh Ki Terumbu, dengan gaya dan jurus yang asli, salah satu ciri khas dari silat ini adalah, kecepatan gerak (walau dilihat lambat), licin, dan jurus kuda-kudanya sangat rendah, serta menggunakan tongkat (toya).
Seni silat Terumbu yang dikembangkan masyarakat desa Terumbu yang mempercayai benar akan seni tradisi ini, berasal dari wilayahnya, hal ini dibuktikan dengan beberapa bukti fisik bahwa di desa ini terdapat sebuah Masjid Kodim Terumbu. Menurut salah satu Ust. Zdn, mengatakan bahwa masjid Kodim Terumbu, adalah masjid tertua di wilayah Banten, usia masjid ini sebelum Keraton Surosowan di bangun masjid Kodim Terumbu sudah beridiri dan digunakan untuk sholat berjama’ah dari beberapa kecamatan. Selain untuk berjama’ah masjid ini juga dipergunakan untuk balekambang, yaitu padepokan atau perguron paltihan silat Terumbu.
Ciri khusus pada Pencak Silat adalah bagian kesenian yang sperti di daerah-daerah tertentu, hal ini seni silat terumbu terdapat tabuhan iringan musik yang khas. Pada jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga. Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat. Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi.
Menurut cerita sejarah yang dituturkan H. Murid bin KH. Nukaim yang lahir pada tahun 1845, Seni silat terumbu ini, merupakan seni silat yang tertua. Dan muncul di daerah pesisir Banten Utara. H. Murid merupakan orang pertama mempelajari dan mengembangkan seni beladairi ini. Maka tidak heran masyarakat dan ulama setempat ia dinobatkan sebagai Jaro Murid Terumbu dan sekaligus sebagai Ketua Seni Bela diri Terumbu, ia mendapatkan gelar KH Sahlan Guru Besar Terumbu dengan sebutan Pusaka Terumbu.
Perkumpulan seni silat terumbu kiprahnya, tidak hanya untuk membela secara individu, namun membela para orang-orang atau sekelompok masyarakat. Pada tahun 1940 kelompok seni Silat Terumbu membela komunitas Cina ketika mereka diusir oleh Belanda dari Kampung Cangkring, Sawah Luhur, yang diselamatkan dan diungsikan ke Batavia lewat jalur Laut Jawa Utara. Sebagai kompensasinya komunitas Cina menghibahkan tanah pesawahaan, rumah, dan binatang peliaharaan, seperti kambing kepada Seni Silat Terumbu, melalui jaro murid.
Jurus seni silat Terumbu memiliki 35 jurus. Seperti jurus Alif I, kemudian alif II, potong sebat, Tanjung Seliwa, Potong Sepak I, Selembar I, Depok Sebat dan Depok Gunting. Ada 8 jurus lagi yang tidak bisa dikemukan, karena ini merupakan rahasia bahkan pada murid yang menimba ilmu seni silat ini.

3. Fungsi dan Peran Seni Silat Terumbu
a. Aspek Mental Spritual
Aspek ini membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Umumnya Pencak Silat mengajarkan pengenalan diri pribadi sebagai insan atau mahluk hidup yang pecaya adanya kekuasaan yang lebih tinggi yaitu Allah SWT. Biasanya, Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian/kebatinan diberikan kepada siswa/santrinya yang telah lanjut dalam menuntut ilmu Pencak Silatnya. Sasarannya adalah untuk meningkatkan budi pekerti atau keluhuran budi siswa. Sehingga pada akhirnya Pencak Silat mempunyai tujuan untuk mewujudkan keselarasan/ keseimbangan/keserasian/alam sekitar untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, guna mengisi Pembangunan Nasional Indonesia. Aspek spiritual yang dikembang pada seni silat Terumbu adalah ; sebelum memulai pertunjukan para pesilat harus melaksanakan sholat dhuha12 raka’at, wiridan, dan ngamal. Dan bagi orang yang ingin memasuki dunia seni silat Terumbu, harus melaksanakan puasa pati geni selama 7-20, dan 40 hari puasa.
Dan bagian yang paling penting dalam seni silat Terumbu, adalah pembacaan wasilah (tawashul), dan dzikir. Kedua hal ini sangat penting bagi orang yang ingin memiliki seni silat ini, agar mendapat pertolongan dalam menjalankan perannya. Dan ada suatu kepercayaan bagi masyarakat Desa Terumbu, bahwa luluhur mereka sebenarnya tidak meninggal, bila mereka tertimpah musibah maka leluhur mereka akan menolongnya, leluhur ini bernama ; Tanjung Anom, Kutub Melati, dan Dewi Rasa.
Wasilah bagi permainan seni silat Terumbu, merupakan suatu keharusan, tawasul yang mereka lakukan, pertama-tama kepada Allah, Nabi Muhammad SAW., para sahabat (khalafa Rasyidin), dan para syaikh sufi, kepada guru-guru.

b. Aspek Seni Budaya
Budaya dan permainan seni pencak silat ialah sangat penting, yaitu menggabungkan pencak silat dengan musik dan busana tradisional. Dan ciri khusus pada pencak silat ini adalah bagian kesenian yang di daerah-daerah tertentu terdapat tabuhan iringan musik yang khas. Pada jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga (irama, rasa, dan raga)
Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat. Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi. Namun aspek seni suara (instrumental) yang dikembangkan seni eilat Terumbu tidak dipergunakan, hal karena dari leluhur masyarakat desa terumbu tidak menghendaki, karenak dikahawatirkan terjadi penyimpang fungsi dan peran.

c. Aspek Olahraga
Aspek fisik merupakan yang terpenting, dalam hal ini menggabungkan antara suara pikiran dalam suara tubuh, dan biasanya dalam kompetisi aspek ini menjadi hal uji pertandingan, seperti demontrasi bentuk, baik tunggal, ganda atau regu (kelompok).
Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya Pencak Silat Terumbu mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan Pencak Silat Terumbu dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.
Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olah raga yang terdapat pada Pencak Silat sebagai olah raga umum dibagi dalam intensitasnya menjadi, olahraga rekreasi, olahraga prestasi, dan olahraga massal. Namun untuk seni silat Terumbu tidak diperbolehkan untuk dipertandingkan dan dilombakan baik even-even lokal maupun nasional.

d. Aspek Sosial
Seni Silat Terumbu, memerankan aspek sosial dalam kehidupan sosialnya, dilakukan pada individu-individunya manusianya hal ini merupakan suatu kewajiban bagi mereka yang menjadi anggota, agar dalam memperaktikan kehidupan sosial mereka tidak berlaku : sombong, selalu ikhlas, selalu menjaga ukhuwah islamiyah, menjaga keutuhan sosial, menjaga keutuhan agama, dan negara.

e. Aspek Bela Diri
Bela diri merupakan ekspresi murni dari pencak silat terumbu, teknik yang disbebut “jurus” (upperbody fundamentals) dan “langkas” (lower body fundamentals atau footwork). Jurus dan langkas ini banyak variasi dan tekhniknya, dan bahkan saking banyak jurus dan langkas dalam pencak silat di sebut pula dengan “kembangan” dan teknik yang dikembangkan merupakan satu kesatuan, dan merupakan sebuah fondasi dari pencak silat. Kekuatan dan bela diri pada pencak silat merupakan ajaran pokok yang mesti dianut oleh sang murid.
Aspek bela diri yang dikembang dalam jurus-jurus seni silat Terumbu adalah menggunakan, huruf-huruf alquran yaitu huruf hijiyah, sepertu jurus alif, alif sebat, ba, ba sebat, hal ini digunakan untuk memudahkan pengingatan bagi santrinya, dan diyakini jurus-jurus menggunakan huruf hijaiyah ini, ada kekuatan magis. Namun secara teknis juruss seni silat Terumbu terdapat 250 jurus. Dan jurus yang paling dikenal adalah, jurus pomprak (toya), jurus golok, dan jurus lading.

E. KESIMPULAN
Istilah silat atau pencak silat, adalah berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri, budaya ini merupakan budaya Melayu yang berada di Asia, khususnya Indonesia, umumnya negara-negara Asia Tenggara namun dengan perkembangan lanjut seni silat ini muncul di beberapa manca negara.
Seni Silat Terumbu merupakan seni silat yang tertua di Banten, seni silat ini merupakan seni beladiri asli Banten, yang awal beridirnya dikembangkannya di daerah pesisir pantai utara laut jawa. Seni beladiri ini memiliki beberapa jurus yang khas dengan sebutan diambil dari beberapa huruf ayat al-quran.
Fungsi dan peran seni silat ini tidak hanya untuk beladiri saja, melainkan juga untuk dakwah, dan membantu orang atau sekolompok masyarakat yang teraniaya.

DAFTAR PUSTAKA
AD. Nelson, History Of Silat, (http://www.ict-silat.com/history.htm)
Denys Lombard, Nusa Jawa : Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian II : Jaringan Asia (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996)
Halwani Microb & A. Mudjahid Chudri, Catatan Masa Lalu Banten (Serang : Saudara, 1993)
HMA. Tihami, Kepemimpinan Kiyai di Banten (Serang : P3M STAIN SMHB Serang, 1999).
Jery Jacobs, Indonesian Pencak Silat, http://www.Wkipedia.org/Pencak silat
Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan dalam Kurun Modern, (Jakarta, LP3ES, 1986).
Kesenian Tradisonal Serang, (hasil tim penelitian studi pengembangan Seni tradisional Serang, 1988).
Kuntowijoyo, Budaya Masyarakat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999)
Lukman, Hakim, Terumbu, Seni Beladiri tertua di Banten, dalam Banten dalam Perjalanan Jurnalistik, (Serang : Banten Heritage, 2006)
Muhammad Syamsu AS, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya¸ (Jakarta : Lentera, 1999)
Pencak Silat, http://www.Wkipedia.org/Pencak silat/
Sartono Kartodirjo, Pemberontak Petani Banten 1888,(Jakarta : Pustaka Jaya, 1984).
Silat, http://www.searchword.org/si/silat.html

Tidak ada komentar: